small but nice, simple but memorable

Senin, 22 April 2013

cobalah


Apa lagi yang ingin kau dengar?
Nada rendah dan tinggi telah terintonasi
Masih tidak mengerti?
Kamu bilang tidak semua harus aku ketahui
Kenapa tidak mencoba untuk memahami semua yang tersembunyi?
Read More

hilang kembali

Menggaruk-garuk kepala, ah rasanya ingin aku cabut saja semua rambut yang tumbuh dikepalaku hingga sepunggung ini. Bagaimana tidak, lagi-lagi aku membuat ketidak-telitian.

Kehilangan itu memang menyakitkan, rasanya seperti menerima sebuah penyakit secara tiba-tiba. Terus menerus hingga akhirnya terbiasa.

Aku akui aku mengalami kehilangan lagi. Sudah berapa banyak barang-barang yang tak mempan aku jaga. Bukan masalah barangnya, tetapi masalah esensinya. Kalau aku menyesal karena dengan kehilangan barang, maka aku harus bersusah payah lagi mengumpulkan uang untuk mengganti barang itu dengan yang baru, aku takdapat pungkiri. Dan sudah pasti. tapi perkaranya adalah, bagaimana jika barang tersebut merupakan amanat? Aku bisa dibilang seorang pengkhiatan kalau begini.

Sudah tiga kali aku kehilangan sebuah handphone bernama blackberry, dua kali di tahun 2012 dan kali ini di 2013. Aku berharap ini merupakan kehilanganku yang terakhir. Mungkin aku memang tidak berjodoh dengan handphone merek ini, aku kurang beramal dan beribadah, aku kurang hati-hati, dan aku tidak belajar dari pengalaman. 

Setelah aku memberi tahu kalau aku kehilangan handphone LAGI kepada teman sejawatku, semuanya hanya bisa mengelus dada. Mungkin bosan mendengar kata kehilangan dari bibirku. Dan dengan santai dan biasa mereka cuma bisa bilang “ikhlaskan saja, nanti kalau punya uang jangan beli handphone merek itu lagi ya”.

Aku kemudian berkaca. Bisa saja ini peringatan dari Tuhan kalau segala sesuatu yang ketergantungan itu dapat membuat kita mabuk. Mabuk itu tidak baik dan dilarang agama. Aku mabuk kepayang saat aku bisa bercanda membicarakan semua hal yang tidak jelas juntrungannya saat berkomunikasi lewat bbm. Aku menggunakan fasilitas yang disebut bbm itu sebagai ajang mengisi kekosongan hati, hingga aku lupa bahwa ada hal yang lebih penting dilakukan selain duduk manis memegang handphone sambil senyum-senyum sendiri. Mungkin bila ada orang yang lewat, aku bisa disangka gila, karena menertawai benda berukuran kecil itu.

Aku memang bukan tipe orang yang sanggup menyendiri dan diam tanpa melakukan apa-apa dalam tempo waktu yang lama, jadi aku senang sekali punya aktifitas didunia maya. Salah satunya ya bbm atau twitter. Di bbm aku bisa gonta ganti display picture atau personal message dengan tujuan ingin pamer. Iya pamer, pamer itu mendekati sombong menurutku. Kita pamer karena ada yang ingin kita banggakan di dalam diri kita dalam hidup kita. Dan Tuhan tidak suka orang pamer. Pamer itu bentuk dari kesombongan, meskipun dilakukan dengan begitu halus. Namun kontradiksinya hal seperti itu wajar dilakukan di bbm atau twitter.

Aku terlalu larut bila sedang bersama benda itu, dan kini aku begitu sedih saat tahu kalau ia sudah tidak bersamaku lagi.

dengan begitu seringnya aku kehilangan, maka Tuhan telah mengajariku untuk bisa ikhlas. Tuhan tahu aku kuat sehingga Tuhan selalu yakin untuk terus memberi tes. Dan sebagai umatnya aku harus yakin kalau aku bisa menata hatiku kembali seperti semula. Tanpa telepon genggam dan semua akses maya diluar sana.

Read More

Rabu, 06 Februari 2013

pertemuan malam


Kini aku duduk di tempat dimana kita bertemu. Malam disaat kamu memandangiku seperti ingin menelanjangiku. Tetap tanpa gerak dan terus menerus. Apa yang ingin kamu lihat dari mataku?

Di luar dingin, maka masuk saja. Kini kita berada diruang tamu. Dan kamu masih terus memandangku. Mencari arti dibalik mataku. Kamu tahu tidak aku salah tingkah? Apa lagi yang ingin kamu baca di bola mataku. Kejujuran atau kebohongan?

Aku memang menyembunyikan keduanya, tidak bisa aku elak kedua hal itu. Suka dan benci. Tidak selalu aku mengilaimu, aku juga tak henti-henti untuk membencimu. Tapi apa bedanya, toh kamu tetap ada di pikiranku.

Maka jangan larang aku. Untuk cinta atau benci kamu.

Dan kamu masih terus memandang, meniadakan suaraku yang terus memohon untuk menghentikan semua itu. Aku tidak mengerti maksudmu. Untuk semua tatapan itu. Aku benar-benar bugil sekarang. Satu persatu rasa kamu tanggalkan. apa lagi yang bisa aku sembunyikan darimu. Akhirnya kamu tahu semuanya. Mata dan hatiku tidak bisa berbohong. Dan aku kalah.

Kenapa kamu seperti ini, bukankah kamu hanya menganggapku sebagai teman rumahmu, bahkan kamu selalu bilang kalau aku tidak pantas untuk dirimu. Aku hitam dan kamu putih.
Jangan kamu tanya kenapa aku begini, aku hanya seorang makhluk venus yang terbiasa berpikir dengan hati. Aku mungkin luluh karena semua yang kamu lakukan selama ini kepadaku.
Kamu termakan omonganmu sendiri, aku tidak mengerti kenapa harus seperti ini. Lalu apa yang kamu harapkan dari semua ini.
Iya kamu mungkin benar. Aku terlalu munafik atau terlambat untuk meyakinkan ini semua. Aku hanya ingin kamu tahu. Aku tidak mengharapkan apa-apa darimu. Meskipun kamu akan menghilang setelah ini.
Memangnya apa yang aku lakukan selama ini terhadapmu? Aku hanya melakukan semua hal yang sama pada teman-temanku termasuk kamu.
Mungkin aku yang salah mengartikan ini semua, aku hanya mengikuti kata hati.
Kamu hanya tidak punya pilihan, mungkin seseorang yang dekat denganmu hanya aku tidak ada orang lain. Perasaanmu hanya nafsu.
Kamu salah, semakin aku membiarkan orang lain masuk dikehidupanku justru membuat aku semakin tersiksa. Hatiku sudah penuh dengan namamu. Sehingga aku tidak bisa menyisakan sedikit ruangan untuk orang lain. Seperti bak sampah yang telah penuh, semakin aku paksa untuk membuang sampah dibak itu maka sia-sia, sampah itu hanya akan mental dan tempat sampah menjadi berantakan, bau dan dipenuhi lalat,banyak penyakit disitu. Dan itu yang hatiku rasakan.
Lalu sejak kapan kamu seperti ini?
Jangan tanya kapan, karena perasaan itu datang tak terdeteksi waktu.
Mungkin kamu hanya suka dengan topengku, bukan diriku yang sebenarnya.
Dan aku hanya panggung sandiwaramu?
Kamu tahu aku tidak baik, lalu untuk apa kamu menyakiti dirimu, membuat masalah baru dikehidupanmu.
Aku tidak menganggap ini sebagai suatu masalah, semua orang tidak ada yang sempurna tapi layak untuk diberi kesempatan untuk menjadi sempurna. Mencintaimu adalah berusaha menerima semua hal buruk yang kamu punya dan tidak mengharapkan semua sikap baik yang dimiliki orang lain untuk ada di dalam dirimu.
Kamu tidak boleh seperti ini, kita teman dan akan selamanya menjadi teman. Bukannya kamu pernah bilang kalau teman itu segalanya, kalau kamu bersikap seperti ini aku tidak akan menjadi segalanya dihadapan kamu.
Iya kamu benar. Tapi kamu tidak boleh melarang seseorang untuk mencintai orang lain.

Suara malam memang selalu hening dan kamu mengalahkan keheningannya. Kenapa kamu diam? Hingga detik ini pun aku tidak bisa mengelak jika aku menikmati semua yang aku rasakan kepadamu. Entah menghangatkan atau menghanguskan nantinya.

Jika kamu menghilang suatu hari nanti, itu sudah aku persiapkan. Sampai kapanpun seseorang tidak dapat tergantikan begitu pula denganmu. Aku akan bertemu orang lain setalah kau nanti hanya saja kamu tetaplah kamu tidak ada yang bisa menggantikan dirimu. Biarkan aku terus mengikuti kata hatiku, hati tidak pernah salah ia tau kapan harus berhenti, menetapkan, dan memulai.

Dan kini aku menyesal karena malam itu tidak memelukmu, mungkin semalam itu pertemuan kita terakhir.


Pukul 17.17 ketika senja terguyur.

Read More

Rabu, 30 Januari 2013

padahal hanya tertawa

Aku sudah coba berbagai macam cara tapi tetap tidak bisa, malah keluar perintah yang aneh-aneh. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Susah, aku tidah bisa menjelaskan lewan pesan singkat. Nanti saja bila kita bertemu aku akan urus laptopmu.
Lalu mau sampai kapan laptopku tanpa office? Aku harus menyelesaikan skripsi.
Yaudah aku kerumahmu sekarang. Tunggu aku.
Baiklah.

Dan kamu akhirnya datang. dengan t-shirt hitam polos dan celana robek-robek andalanmu. Agak berkeringat entah karena apa. Aku menyambutmu sambil membawa si epik nama laptopku yang sudah pincang tanpa office yang telah aku uninstal. Seperti biasa kamu datang tanpa bicara apapun, sepertinya kamu kelelahan yang entah karena apa sebabnya. Dengan segera kamu meraih si epik, kamu acak-acak dia sampai dia bisa memunculkan program yang aku inginkan. Akhrnya si epik tidak pincang lagi berkat kamu.
Kamu telah usai dengan urusan si epik. Tapi tiba-tiba kamu membuat suatu urusan denganku, dengan sengaja kamu mengeluarkan uang berwarna biru danmemberikannya padaku. Tentu saja aku terheran, untuk apa uang ini. Mengapa kamu memberikannya?

Itu uang untuk mengganti obat yang tempo lalu kamu belikan.
Maksudnya?
Sudah ambil saja uang itu, aku sudah berjanji akan menggantinya
Ada apa ini, kenapa kamu jadi berpikiran sedangkal itu? Aku membelikannya untukmu tidak perlu seperser pun kamu harus ganti. Demi Tuhan aku ikhlas membeli obat itu.

Dengan tangan yang cepat kamu menaruh uang itu di kantong celana ku, aku menolak kemudian berusaha seuat tenaga untuk mengembalikan uang itu kedalam dompetmu. Perkelahian dimulai, mulai dari kelitikan sampai jagal-jagalan telah dilakukan. Bentuk uang yang sudah tidak punya rupa menjadi saksi bisu pertikaian kami. Mungkin bukan saksi lebih tepat disebut korban. Teras rumah menjadi begitu berisik dengan teriakan, olok-olok, bahkan tawa yang kami buat malam itu. Padahal hari telah begitu larut namun tidak nyurutkan kami untuk terus memperkarakan uang itu.

Aku hanya ingin uang itu kembali di dalam dompetmu. Karena hal itu yang akan mengakhiri pertikaian ini.
Itu hakmu aku sudah janji akan mengaganti uang itu, terima sajalah dan semua ini akan selesai lalu biarkan aku pulang.

Adu mulut dan argumen mengenai uang itu masih terus berlanjut hingga kami tersadar kemudian capek sendiri. Entahlah tidak ada kata yang bisa aku ungkapkan selain bahagia. Aku belum pernah tertawa selepas itu sebelumnya. Peristiwa ini memberi kegembiraan sendiri untukku. Sampai aku berpikir kenapa harus dengan manusia seperti dia aku bisa tertawa serenyah ini. Sudahlah mungkin hanya malam ini aku bisa begini. Setidaknya masalah yang sebelumnya aku pikirkan bisa menjadi ringan dengan adanya peristiwa ini. Biarlah kegembiaraan ini mengalir menjadi apapun ke lautan sana. Aku tidak berharap akan seperti ini lagi karena aku tahu, kamu yang ada di depanku saat ini yang tertawa bersamaku malam ini hanya sementara.

Dan uang itu kamu taruh di fentilasi pintu rumahku.


Read More

Berhentilah berperan

Jangan perlakukan aku seperti sebuah panggung sandiwara dimana kamu bisa memainkan berbagai macam peran disana. Memaksa aku untuk mengerti ketidakjujuranmu pada diri sendiri. Kenapa tidak jadi diri sendiri saja? Apa kamu lupa dirimu yang sebenarnya atau justru kamu malu? Sudahlah itu semua hanya kamu yang tahu.

Teman, tidak semua orang bisa menerima sikapmu yang seperti itu walau peran yang kamu mainkan adalah sesosok malaikat. Kamu juga perlu tahu kalau setiap orang mempunyai cara dan daya mengerti yang berbeda. Termasuk aku. Aku mungkin menerimamu atas sikapmu dengan semua jenis dan warna topeng yang kamu kenakan. Hitam,putih,abu-abu dan semua yang kamu ingin gunakan saat bersamaku. Bukankah teman yang baik itu harus saling memahami. Aku pahami kamu meski aku lelah dengan begitu banyak keganjilan dan imajinasi kamu yang  sangat tidak realistis.

Teman, tidakkah kamu lelah dengan semua sandirawa yang selalu kamu setting setiap harinya, dengan setiap orang yang kamu temui, bahkan orang tuamu sendiri. kamu pernah mengatakan jika kamu ingin dikenali, ingin dihargai, ingin dimengerti. Tapi tidakkah kamu berpikir bahwa kamu telah memberi kesempatan bagi seseorang yang ingin mengenali,menghargai,dan mengerti kamu bila kamu terus menggunakan topengmu? 
Coba kamu tanya hatimu.

Read More

bifurkasi

Kalau waktu yang membuat aku berada dalam ketidakstabilan hati mungkin aku akan menyebutnya enam bulan terakhir ini. Masa dimana gelombang pasang surut ada akibat cahaya bulan purnama maupun perbani. Saat aku berlayar menelusuri laut, yang aku rasakan hanya terombang-ambing. Tidak pasti dan tetap. Layar yang begitu sulit untuk dikembangkan tiba-tiba bolong hanya karena terpaan angin barat. Sobek tidak karuan. Semakin ditambal semakin ringkih dan terkoyak meski menggunakan berbagai jenis kain dan sulaman. Rasanya aku memang harus bertepi disebuah pulau sunyi kemudian tinggal sebentar. Menunggu meredanya emosi angin barat.
Read More

© vanilla essens, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena