small but nice, simple but memorable

Rabu, 30 Januari 2013

padahal hanya tertawa

Aku sudah coba berbagai macam cara tapi tetap tidak bisa, malah keluar perintah yang aneh-aneh. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Susah, aku tidah bisa menjelaskan lewan pesan singkat. Nanti saja bila kita bertemu aku akan urus laptopmu.
Lalu mau sampai kapan laptopku tanpa office? Aku harus menyelesaikan skripsi.
Yaudah aku kerumahmu sekarang. Tunggu aku.
Baiklah.

Dan kamu akhirnya datang. dengan t-shirt hitam polos dan celana robek-robek andalanmu. Agak berkeringat entah karena apa. Aku menyambutmu sambil membawa si epik nama laptopku yang sudah pincang tanpa office yang telah aku uninstal. Seperti biasa kamu datang tanpa bicara apapun, sepertinya kamu kelelahan yang entah karena apa sebabnya. Dengan segera kamu meraih si epik, kamu acak-acak dia sampai dia bisa memunculkan program yang aku inginkan. Akhrnya si epik tidak pincang lagi berkat kamu.
Kamu telah usai dengan urusan si epik. Tapi tiba-tiba kamu membuat suatu urusan denganku, dengan sengaja kamu mengeluarkan uang berwarna biru danmemberikannya padaku. Tentu saja aku terheran, untuk apa uang ini. Mengapa kamu memberikannya?

Itu uang untuk mengganti obat yang tempo lalu kamu belikan.
Maksudnya?
Sudah ambil saja uang itu, aku sudah berjanji akan menggantinya
Ada apa ini, kenapa kamu jadi berpikiran sedangkal itu? Aku membelikannya untukmu tidak perlu seperser pun kamu harus ganti. Demi Tuhan aku ikhlas membeli obat itu.

Dengan tangan yang cepat kamu menaruh uang itu di kantong celana ku, aku menolak kemudian berusaha seuat tenaga untuk mengembalikan uang itu kedalam dompetmu. Perkelahian dimulai, mulai dari kelitikan sampai jagal-jagalan telah dilakukan. Bentuk uang yang sudah tidak punya rupa menjadi saksi bisu pertikaian kami. Mungkin bukan saksi lebih tepat disebut korban. Teras rumah menjadi begitu berisik dengan teriakan, olok-olok, bahkan tawa yang kami buat malam itu. Padahal hari telah begitu larut namun tidak nyurutkan kami untuk terus memperkarakan uang itu.

Aku hanya ingin uang itu kembali di dalam dompetmu. Karena hal itu yang akan mengakhiri pertikaian ini.
Itu hakmu aku sudah janji akan mengaganti uang itu, terima sajalah dan semua ini akan selesai lalu biarkan aku pulang.

Adu mulut dan argumen mengenai uang itu masih terus berlanjut hingga kami tersadar kemudian capek sendiri. Entahlah tidak ada kata yang bisa aku ungkapkan selain bahagia. Aku belum pernah tertawa selepas itu sebelumnya. Peristiwa ini memberi kegembiraan sendiri untukku. Sampai aku berpikir kenapa harus dengan manusia seperti dia aku bisa tertawa serenyah ini. Sudahlah mungkin hanya malam ini aku bisa begini. Setidaknya masalah yang sebelumnya aku pikirkan bisa menjadi ringan dengan adanya peristiwa ini. Biarlah kegembiaraan ini mengalir menjadi apapun ke lautan sana. Aku tidak berharap akan seperti ini lagi karena aku tahu, kamu yang ada di depanku saat ini yang tertawa bersamaku malam ini hanya sementara.

Dan uang itu kamu taruh di fentilasi pintu rumahku.


Read More

Berhentilah berperan

Jangan perlakukan aku seperti sebuah panggung sandiwara dimana kamu bisa memainkan berbagai macam peran disana. Memaksa aku untuk mengerti ketidakjujuranmu pada diri sendiri. Kenapa tidak jadi diri sendiri saja? Apa kamu lupa dirimu yang sebenarnya atau justru kamu malu? Sudahlah itu semua hanya kamu yang tahu.

Teman, tidak semua orang bisa menerima sikapmu yang seperti itu walau peran yang kamu mainkan adalah sesosok malaikat. Kamu juga perlu tahu kalau setiap orang mempunyai cara dan daya mengerti yang berbeda. Termasuk aku. Aku mungkin menerimamu atas sikapmu dengan semua jenis dan warna topeng yang kamu kenakan. Hitam,putih,abu-abu dan semua yang kamu ingin gunakan saat bersamaku. Bukankah teman yang baik itu harus saling memahami. Aku pahami kamu meski aku lelah dengan begitu banyak keganjilan dan imajinasi kamu yang  sangat tidak realistis.

Teman, tidakkah kamu lelah dengan semua sandirawa yang selalu kamu setting setiap harinya, dengan setiap orang yang kamu temui, bahkan orang tuamu sendiri. kamu pernah mengatakan jika kamu ingin dikenali, ingin dihargai, ingin dimengerti. Tapi tidakkah kamu berpikir bahwa kamu telah memberi kesempatan bagi seseorang yang ingin mengenali,menghargai,dan mengerti kamu bila kamu terus menggunakan topengmu? 
Coba kamu tanya hatimu.

Read More

bifurkasi

Kalau waktu yang membuat aku berada dalam ketidakstabilan hati mungkin aku akan menyebutnya enam bulan terakhir ini. Masa dimana gelombang pasang surut ada akibat cahaya bulan purnama maupun perbani. Saat aku berlayar menelusuri laut, yang aku rasakan hanya terombang-ambing. Tidak pasti dan tetap. Layar yang begitu sulit untuk dikembangkan tiba-tiba bolong hanya karena terpaan angin barat. Sobek tidak karuan. Semakin ditambal semakin ringkih dan terkoyak meski menggunakan berbagai jenis kain dan sulaman. Rasanya aku memang harus bertepi disebuah pulau sunyi kemudian tinggal sebentar. Menunggu meredanya emosi angin barat.
Read More

© vanilla essens, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena