small but nice, simple but memorable

Rabu, 30 Januari 2013

Berhentilah berperan

Jangan perlakukan aku seperti sebuah panggung sandiwara dimana kamu bisa memainkan berbagai macam peran disana. Memaksa aku untuk mengerti ketidakjujuranmu pada diri sendiri. Kenapa tidak jadi diri sendiri saja? Apa kamu lupa dirimu yang sebenarnya atau justru kamu malu? Sudahlah itu semua hanya kamu yang tahu.

Teman, tidak semua orang bisa menerima sikapmu yang seperti itu walau peran yang kamu mainkan adalah sesosok malaikat. Kamu juga perlu tahu kalau setiap orang mempunyai cara dan daya mengerti yang berbeda. Termasuk aku. Aku mungkin menerimamu atas sikapmu dengan semua jenis dan warna topeng yang kamu kenakan. Hitam,putih,abu-abu dan semua yang kamu ingin gunakan saat bersamaku. Bukankah teman yang baik itu harus saling memahami. Aku pahami kamu meski aku lelah dengan begitu banyak keganjilan dan imajinasi kamu yang  sangat tidak realistis.

Teman, tidakkah kamu lelah dengan semua sandirawa yang selalu kamu setting setiap harinya, dengan setiap orang yang kamu temui, bahkan orang tuamu sendiri. kamu pernah mengatakan jika kamu ingin dikenali, ingin dihargai, ingin dimengerti. Tapi tidakkah kamu berpikir bahwa kamu telah memberi kesempatan bagi seseorang yang ingin mengenali,menghargai,dan mengerti kamu bila kamu terus menggunakan topengmu? 
Coba kamu tanya hatimu.

Read More

bifurkasi

Kalau waktu yang membuat aku berada dalam ketidakstabilan hati mungkin aku akan menyebutnya enam bulan terakhir ini. Masa dimana gelombang pasang surut ada akibat cahaya bulan purnama maupun perbani. Saat aku berlayar menelusuri laut, yang aku rasakan hanya terombang-ambing. Tidak pasti dan tetap. Layar yang begitu sulit untuk dikembangkan tiba-tiba bolong hanya karena terpaan angin barat. Sobek tidak karuan. Semakin ditambal semakin ringkih dan terkoyak meski menggunakan berbagai jenis kain dan sulaman. Rasanya aku memang harus bertepi disebuah pulau sunyi kemudian tinggal sebentar. Menunggu meredanya emosi angin barat.
Read More

Senin, 03 Desember 2012

sekedar obat


kamu dimana?

Aku mengirim pesan singkat kepada kedua teman yang padahal saat itu aku sedang bersama seorang teman. Bukannya aku tidak suka bersama temanku tapi aku merasa tidak enak karena sudah terlalu lama berada dirumahnya dan bila aku terus menerus dirumahnya aku selalu diberi perlakuan spesial jadi aku sering tidak enak sendiri, tidak ingin merasa merepotkan tepatnya.
Saat itu aku masih berada di meja makan, bercengkrama dengan kedua orang tua temanku, aku selalu suka dengan keluarga ini. Sangat ramah dan begitu hangat. Betapa bahagianya temanku memilki keluarga seperti ini. Aku menengok handphone-ku lagi.

Kenapa sayaang?
Huft , dasar kamu selalu saja begitu.
Lagi dimana kamu?
Main yuk kemana gitu
Aku sedang engga bisa gerak nih, mending kamu kerumah aku saja bawakan aku obat migran.
Kamu kenapa? Oke aku akan segera kesana membawakanmu obat. Kamu makan dulu ya supaya nanti jika aku sampai kamu bisa langsung minum obat dan istirahat.

Mendengar kabar temanku yang seperti itu aku merasa panik, akhirnya temanku mengantarkan aku ke apotik untuk membeli obat migran tersebut, dan aku segera bergegas kerumah temanku yang sedang mengaku sakit.

Aku sudah tidak apa-apa, sebaiknya kamu pulang saja.
Kamu yakin dengan keadaanmu, aku sebentar lagi sampai rumahmu.
Sudahlah lebih baik kamu pulang. Aku sudah lebih baik.
Iya aku akan pulang setelah aku antarkan obat ini. Ini sudah malam dan aku sudah harus pulang. Aku tidak akan lama-lama di rumahmu.

Akhirnya tiba aku dirumahnya, bertemu dengan salah seorang temannya yang aku kenal. Aku memang Cuma akan menitipkan obat itu untuknya dan segera pulang.

Selama perjalanan pulang kerumah aku berpikir, mungkin kamu merasa enggan untuk menyambut kedatanganku, atau kamu mungkin merasa asing atas perlakuanku seperti ini. Aku bukan siapa-siapa tapi aku datang membawakan obat itu untukmu. Kita memang baru saja beberapa bulan dekat, walau kamu aku kenal dari 11 tahun lalu yang ternyata baru sekarang aku bisa mengenalmu lebih intim. Entahlah mungkin itu hanya perasaanku. Kini kamu bermetafora menjadi seseorang yang aku anggap seru. Ada banyak hal yang aku bisa pelajari darimu. Itu saja cukup. Kalau aku bilang aku tertarik padamu, ya memang sih. Cuma ya hanya sekedar tertarik. Aku menjaga perasaanku tidak sampai masuk ke fase yang lebih tinggi lagi. Aku belum siap untuk menerima resiko yang harus aku hadapi bila aku benar-benar menaruh hati padamu. hingga lamunanku pecah saat ada telepon berdering. Aku lihat layar handphone dan itu kamu.

Kamu dimana?
Aku sudah dijalan pulang
Kenapa kamu pulang? Kan aku bisa antar kamu nanti, aku sudah baikkan
Obatnya sudah diminumkan? Kamu sedang sakit mana mungkin bisa antar aku. Oh iya obat itu diminum sesudah makan, jadi kamu harus makan dulu sebelum meminumnya.
Sudah aku minum dan aku belum makan. Yasudah aku temani kamu sampai kamu tiba dirumah. Jangan tutup teleponnya.
Tidak perlu, buang-buang pulsa saja. Sudah ya aku lagi dijalan.

Lalu aku tutup teleponnya.



Read More

Minggu, 02 Desember 2012

november


Kenapa waktu berjalan begitu cepat, tak terasa november telah meninggalkan jatahnya di tahun ini. Selama aku berada diruangmu banyak hal yang membuat aku belajar banyak hal. Saat aku bermain di tamanmu, aku mengalami ritme hidup yang fluktuatif. Aku merasakan warna melebihi warna pelangi. Aku menjalani rasa melebihi air di muka bumi. Sukar diprediksi.

Aku merasa ini bukan taman yang biasa, begitu banyak mainan yang harus aku pilih. Aku memilih ayunan kayu jati, tapi ternyata setelah kunaiki tinggi-tinggi aku jatuh terguling menuju perosotan spiral yang aku tak tahu dimana akan bertepi. Hingga sampai pada kolam pasir yang sangat mungil, aku membangun istana bermenara namun tertabrak bocah yang sedang berlari. Istanaku runtuh. Aku berlari menuju jungkat jungkit, walau aku tau, aku akan bemain tanpa pasangan dan akan selalu berada dibawah. Lalu aku memejaman mata hingga seseorang datang dan kami bermain bersama. Jungkat-jungkit itu bergerak, aku kesenangan. Aku tertawa hingga aku melayang menuju awan, bersentuhan dengan pelangi, Menelusuri lekukan jalurnya hingga aku tersadar dan aku tersandung lagi.
Read More

Selasa, 13 November 2012

malam menuju hari


Aku kesana ya,
Oke
Tunggu di teras
Iya 

Akhirnya kamu datang, dengan baju batik motif sumatera, kamu mengaku selesai menghadiri undangan seorang teman. Bajumu basah keringat karena dangdutan serta diguyur siraman hujan. Duduk manis dikursi yang biasa kamu duduki, entah kenapa kamu begitu sumringah.

Aku mengamatimu memulai pembicaraan dengan menanyakan kabarmu.
Hujan turun lagi, suaranya mengiringi pembicaraan kita, obrolan mengenai teknologi dan program-program komputer lainnya, hingga berakhir di slide persentase seminar proposal yang akan aku hadapi seminggu lagi. Kamu bilang aku payah karena desain slideku yang standar. Aku Cuma bilang, apalah arti sebuah desain kalau tidak memunculkan isi yang bermakna pada pembahasannya, dan kamu tetap tak mau kalah. Huh dasar kamu keras kepala.

Masih dengan raut muka mengejek kamu menyuruhku membuatkan kopi.  karena memang tujuanmu kesini hanya untuk merasakan kopi gratisan dariku. Aku didihkan air untuk menyeduh kopi instan yang selalu distock ibuku di lemari. Campuran kesal dan pengertian ikut terlarut dalam adukan kopi itu. Selamat menikmati kataku.

Aku yang masih setengah tidak percaya tentang keberadaan kamu disini. Bukannya tidak ingin mengelak hati tapi dengan adanya kamu disini akan menjadi suatu ancaman pada diriku untuk terus menginginkanmu tetap disini, dan betul saja kan, Aku mengganti hari bersama kamu lagi.

Hei, aku tau kamu sedang bahagia
Kenapa begitu?
Jangan anggap aku tidak tau apa-apa
Memang apa yang kamu tau
Kamu berulang tahunkan hari ini, kamu sudah semakin tua, sudah kita telepon layanan delivery sekarang, aku yang traktir.

Kamu meraih telepon genggamku, memainkan jari-jari besarmu untuk menekan tombol angka yang akan membawa suara kita ke toko makanan diseberang sana. Kamu pesan makanan tanpa tau apa yang kamu pesan. 

30 menit kita habisnya dengan hal absurd yang selalu kita lakukan. Melamun, tertawa, diam, serius, bahkan kadang ada perasaan yang dibuat-buat hadir menimbrung. Hingga akhirnya pesanan kita datang. Spicy Chicken burger, Orange Crunch Tiramisu ice cream, Coca cola dan French Fries. 

Pukul setengah dua pagi kala itu. Aku memulai dengan ice cream, kamu memulai dengan burger. Kita makan mengikuti ritme suara perut kita masing-masing. Lalu muncullah keisenganmu. Dengan sekejab mukaku kini sudah dipenuhi ice cream, saus tomat, dan mayones. Lengket rasanya. Kamu bilang ini lucu. Ini memang benar-benar lucu karena harus dengan pasrah dipermalukan begini olehmu. Aku ingin menyakitimu, aku ingin membuatmu terlihat bodoh hari ini, ini hari istimewamu, kamu bilang begitu sambil terus mengoleskan semua itu di wajahku. Mukaku cemberut tapi hatiku merona.

Terima kasih
Untuk apa?
Hari ini

kamu memeluk
Pukul setengah tiga pagi, kamu akhirnya pulang.

Read More

Sabtu, 10 November 2012

kamu, cangkir, dan kopi


Menyalakan api kompor dan segera merebus sepanci kecil air, berharap cepat matang dan ingin segera kutuang ke dalam cangkir. Aku membuat kopi, yang sedikit kuberi cokelat bubuk agar rasanya tidak pekat.
Ini kopi yang biasa aku buat untukmu, karena katamu, kamu tidak suka kopi original yang hitam pekat dan pahit rasanya. Aku menggunakan cangkir yang biasa kugunakan untuk menghidangkan kopi untukmu, aku berharap masih ada sisa sisa bibirmu yang menempel disitu. Kuhirup aroma campuran cokelat dan kopi yang melayang bersama kepulan asapnya yang terbang, Kutempelkan pinggir cangkirmu ke bibirku, kukecup sambil memejamkan mata.
Huft!! apa ini yang kamu rasakan saat menikmati kopi di cangkir ini? Apa ini yang kamu rasakan saat meminum kopi buatanku?
Aku merasakan wangimu, aku merasakan kecupmu
Aku tenang
Rinduku terhapus



Read More

© vanilla essens, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena