Aku sudah coba berbagai macam cara tapi tetap
tidak bisa, malah keluar perintah yang aneh-aneh. Apa yang harus aku lakukan
sekarang?
Susah, aku tidah bisa menjelaskan lewan pesan singkat. Nanti saja bila
kita bertemu aku akan urus laptopmu.
Lalu mau sampai kapan laptopku tanpa office?
Aku harus menyelesaikan skripsi.
Yaudah aku kerumahmu sekarang. Tunggu aku.
Baiklah.
Dan kamu akhirnya datang. dengan
t-shirt hitam polos dan celana robek-robek andalanmu. Agak berkeringat entah
karena apa. Aku menyambutmu sambil membawa si epik nama laptopku yang sudah
pincang tanpa office yang telah aku uninstal. Seperti biasa kamu datang tanpa
bicara apapun, sepertinya kamu kelelahan yang entah karena apa sebabnya. Dengan
segera kamu meraih si epik, kamu acak-acak dia sampai dia bisa memunculkan
program yang aku inginkan. Akhrnya si epik tidak pincang lagi berkat kamu.
Kamu telah usai dengan urusan si
epik. Tapi tiba-tiba kamu membuat suatu urusan denganku, dengan sengaja kamu
mengeluarkan uang berwarna biru danmemberikannya padaku. Tentu saja aku
terheran, untuk apa uang ini. Mengapa kamu memberikannya?
Itu uang untuk mengganti obat yang tempo lalu kamu belikan.
Maksudnya?
Sudah ambil saja uang itu, aku sudah berjanji akan menggantinya
Ada apa ini, kenapa kamu jadi berpikiran
sedangkal itu? Aku membelikannya untukmu tidak perlu seperser pun kamu harus
ganti. Demi Tuhan aku ikhlas membeli obat itu.
Dengan tangan yang cepat kamu
menaruh uang itu di kantong celana ku, aku menolak kemudian berusaha seuat
tenaga untuk mengembalikan uang itu kedalam dompetmu. Perkelahian dimulai,
mulai dari kelitikan sampai jagal-jagalan telah dilakukan. Bentuk uang yang
sudah tidak punya rupa menjadi saksi bisu pertikaian kami. Mungkin bukan saksi
lebih tepat disebut korban. Teras rumah menjadi begitu berisik dengan teriakan,
olok-olok, bahkan tawa yang kami buat malam itu. Padahal hari telah begitu
larut namun tidak nyurutkan kami untuk terus memperkarakan uang itu.
Aku hanya ingin uang itu kembali di dalam
dompetmu. Karena hal itu yang akan mengakhiri pertikaian ini.
Itu hakmu aku sudah janji akan mengaganti uang itu, terima sajalah dan
semua ini akan selesai lalu biarkan aku pulang.
Adu mulut dan argumen mengenai
uang itu masih terus berlanjut hingga kami tersadar kemudian capek sendiri.
Entahlah tidak ada kata yang bisa aku ungkapkan selain bahagia. Aku belum
pernah tertawa selepas itu sebelumnya. Peristiwa ini memberi kegembiraan
sendiri untukku. Sampai aku berpikir kenapa harus dengan manusia seperti dia
aku bisa tertawa serenyah ini. Sudahlah mungkin hanya malam ini aku bisa
begini. Setidaknya masalah yang sebelumnya aku pikirkan bisa menjadi ringan
dengan adanya peristiwa ini. Biarlah kegembiaraan ini mengalir menjadi apapun
ke lautan sana. Aku tidak berharap akan seperti ini lagi karena aku tahu, kamu
yang ada di depanku saat ini yang tertawa bersamaku malam ini hanya sementara.
Dan uang itu kamu taruh di
fentilasi pintu rumahku.
0 comments:
Posting Komentar