Aku pernah bilang kalau sesuatu yang hanya muncul sepintas
sepintas sangat berbahaya. Seperti ada magis yang memberi isyarat kalau hal ini
harus kamu selesaikan atau dibiarkan terus berantakan. Apa adanya. Dan kamu
tetap menikmati rasa.
Aku memang sedang menyusun tugas akhir perkuliahanku. Memang
semua yang aku jalani selama proses penyusunan tidaklah mudah. Banyak hal yang
terpaksa aku jalani. Dari hal yang aku suka dan tidak suka. Seperti biasanya
aku datang kekampus, melakukan bimbingan, revisi ini itu, dan aku mulai muak. Hal
yang terlihat tidak pantas memang harus diperbaiki namun lagi-lagi itu tidak
pantas menurut dosen. Baiklah aku berusaha menjalani semua dengan suka cita. Hingga
suatu ketika waktu itu datang. Aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk dapat
menjalani sidang akhir dan menurut dosen, skripsi ini sudah layak untuk
diujikan. Tanda tangan dari dosen pembimbing dan ketua jurusan juga dengan
mudah aku dapat. Aku mulai menyusun
pemberkasan. Mengumpulkan semua tetekbengek arsip semasa perkuliahan mulai dari
KRS dan KHS. Kali ini keadaan lagi-lagi mengujiku, ada salah satu nilai yang
tidak keluar pada transkrip nilaiku. Aku berusaha biasa saja dan mengadukan
semua permasalahan ini ke bagian akademik. Untungnya akademik mengatakan bahwa
ini bukan kesalahanku tetapi kesalahan sistem. Dengan proses yang cukup panjang
aku mengurusi nilai itu. Kalau dipikir-pikir nilai yang aku urus ini tidak
sebanding dengan keringat yang harus aku keluarkan. Tapi ini peraturan dan
harus dipatuhi. Aku mengadukan hal ini kepada ketua jurusan, aku meminta
kompensasi akan hal ini. tapi nyatanya aku belum boleh daftar sidang dalam
waktu dekat. Aku harus menunggu semua permasalahan nilaiku selesai dan aku baru
diizinkan untuk mendaftar sidang.
Tuhan ada apa lagi ini? mengapa Perjalanan menuju ‘kata aku
bisa sidang’ begitu bergerigi?
Setahun lamanya aku menyusun skripsiku. Seharusnya memang
ini merupakan prioritasku tapi karena aku terlalu sanguinis maka banyak waktu
yang aku tunda, aku lebih memilih aktifitas lain yang lebih tidak membosankan
dibanding hanya duduk seharian diperpustakaan dan mengetik berlembar-lembar
halaman di depan laptop.
Kala itu aku kembali kekampus, berharap waktu bersikap baik
kepadaku. Seperti biasa untuk mengisi dua jam kebosanan di bus kota, aku
mendengarkan musik dan membaca buku. Hingga aku melamun kepada satu lagu yang
mendorongku pada satu pemikiran, “mungkin karena ada orang yang belum
sepenuhnya ikhlas”.
Aku memang bukan orang baik, tapi aku ingin semua orang
memandang aku baik. aku memang sering membuat salah tapi aku tidak ingin
dianggap salah. Itulah pemikiran egois semua orang termasuk aku. Akhrinya aku
sadarkalau aku bukan sepenuhnya orang baik. tanpa sadar aku mungkin pernah
berbuat salah kepada orang lain. mungkin ada orang yang belum memaafkanku.
Sepulang perjalanan aku memulai aksiku. Aku ingat ada satu
orang yang mungkin merasa paling aku sakiti. Walau kejadian ini teramat silam
namum ada suatu kekuatan yang mendorongku untuk meminta maaf kepadanya. Dengan begitu
jantannya aku mengirimkan pesan singkat untuk memastikan bahwa nomor yang masih
tersimpan di telepon genggamku ini masih jadi miliknya. Aku mengajaknya
bertemu, tanpa memberi tahu tujuan utamaku ingin menemuinya. Aku tahu kini ia sedang sibuk dengan rutinitas orang
dewasa, makanya aku tidak ingin menentukan waktu untuk bisa menemuinya. Aku memintanya
mengabariku jika ia punya waktu luang untuk menemuiku. Kini aku sedang menunggu
kabar, kabar bahwa ia ingin menemui. Walau aku tahu, kabar tersebut belum tentu
sampai kepadaku.
Tuhan, aku ingin menyelesaikan. Adakah kesempatan?
0 comments:
Posting Komentar